Minggu, 20 Januari 2013

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

KERUKUNAN UMAT BERAGAMA

A. Pendahuluan.
Kehidupan manusia dalam hakekatnya tidaklah hidup seorang diri, melainkan hidup bersama-sama dengan pribadi lainya yang mempunyai agama atau kepercayaan berbeda. Setiap hari terjadi adanya hubungan dan berkomunikasi dengan pihak lain, baik dilingkungan tempat tinggal, sekolah ataupun dikampus, dikantor, dipasar, direstoran, dan lain sebagainya. Singkatnya dimana manusia berada selalu bertemu dengan orang-orang yang mempunyai agama dan kepercyaan serta keyakinan yang berbeda. Perbedaan ini meliputi bentuk dan cara mengungkapkannya, baik dalam bentuk gedung beribadat, cara-cara beribadat, isi kitab suci, maupun pandangan hidup dalam menjalani hidup dan kehidupan yang ahkirnya berkembang dan melahirkan keaneka-ragaman yang luas, dan berharga. Seperti pada hari raya Idul Fitri umat muslim banyak yang melaksanakan sholat Idul Fitri di mesjid-mesjid, umat kristiani dimalam Natal mengumandangkan lagu-lagu rohani di gereja-gereja, umat Hidup merayakan Nyepi, Galungan, Kuningan di Pura dan umat Buddha memperingati hari Waisak, Asadha bersama-sama di vihara maupun cetiya.

Warisan sejarah demikian ini menjadikan tantangan bagi generasi sekarang untuk memahami dan menghargai kekayaan nilai suatu bangsa, masing-masing harus saling bertukar pikiran tentang keyakinan dan keimanan agama lain, untuk memperluas cakrawala pandangan memahami agama dan keyakinan sendiri. Terpenting adalah untuk menciptakan kerukunan antar umat beragama. Masalah kerukunan umat beragama adalah hal yang penting bagi suatu bangsa dalam memelihara kesatuan dan persatuan bangsa. Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam sidang tahun 1978 mengeluarkan ketetapan MPR No. II/MPR/1978 tentang sila Ketuhana Yang Maha Esa, yaitu; “Dengan sila Ketuhanan Yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Didalam kehidupan masyarakat Indonesia dikembangkan sikap hormat menghormati dan bekerja sama antar pemeluk-pemeluk agama dan penganut kepercayaan yang berbeda sehingga dapat selalu dibina kerukunan hidup diantara sesama umat beragama dan berkepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.

B. Menurut Para Ahli
Dr. L.M.Joshi dari Univesitas Punjab-India menagatkan “Kerukunan antar umat beragama, bila dan jika akan terrcapai, merupakan suatu anugerah bagi bumi ini”. Pengembangan kerukunan beragama merupakan hal terpenting bagi terciptanya persatuan dan kesatuan bangsa serta untuk menjaga stabilitas nasional. Yang cukup menggembirakan saat ini adalah kerukunan beragama telah terwujud dan dirasakan berasama seluruh pelosok tanah air, para ahli dari luar negeri pun mengakui, seperti Prof. Muh. Ayub dari Universitas Toronto, Kanada menyatakan “ Indonesia adalah salah satu Negara yang umat beragamanya hidup rukun dan untuk menciptakan situasi kerukunan tersebut perlu dikembangkan studi bersama perbandingan antar agama. Pengetahuan yang serupa penting artinya karena memungkinkan setiap umat beragama untuk saling menghargai, menghormati dan bekerja sama dalam memciptakan kerukunan dan kesejahteraan berasama.

C. FORMAT KERUKUNAN ANTAR UMAT BERAGAMA MENURUT PANDANGAN AGAMA KATOLIK*)

( Oleh Ir. Norbert Ama Ngongu, MP )



DASAR UNTUK HIDUP RUKUN DAN DAMAI
Menurut ajaran Katolik, manusia itu adalah citaan Tuhan Yang Paling Mulia. Dalam suatu Kitab Suci dikatakan bahwa pada awal mula manusia diciptakan menurut rupa
dan citra Allah sendiri. Hanya manusia saja yang dikatakan diciptakan menurut rupa dan citra Allah. Ciptaan-ciptaan lain tidak dinyatakan demikian.

Jadi manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling indah, melampaui harga dan keindahan ciptaan apapun yang pernah ada dan akan ada di dunia ini, selain manusia itu sendiri. Karena Allah itu maha tahu, maha pencipta, maka yang namanya manusia, ia adalah hasil cetak biru yang luar biasa canggihnya yang pernah dilakukan oleh Allah. Tiap orang diciptakan oleh Tuhan sebagai nomor seri yang kesekian yang pertama dan terakhir. Karena itu tidak akan pernah ada dua orang yang pernah dilahirkan dimuka bumi yang sama persis. Tiap pribadi adalah unik, dan itulah karya Agung Tuhan yang maha canggih.

Allah itu juga adalah maha pengasih dan Penyayang, kasih dan sayangnya tak terukur atau takberhingga, singkatnya Ia sama dengan Kasih, dan karenanya Allah mencintai manusia dengan kasih sayang yang penuh, atau dengan kata lain, Allah tidak pernah mencitai manusia dengan separoh hati, atau sepersekian hati melainkan dengan penuh hati. Cinta Tuhan kepada manusia adalah 100% dan abadi. Di mata Tuhan, manusia adalah ciptaan-Nya yang paling berharga. Sejak dikandung ibunya, ketika manusia masih belum mengerti tentang cinta, ketika manusia belum tahu mengucapkan terima kasih kepada Tuhan, Allah sudah terlebih dahulu mencintai manusia. Begitu besar cinta Allah kepada manusia sehingga Ia mencitakan bumi dengan segala segala isinya dan diserahkan pengelolaannya kepada manusia untuk kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia ciptaannya itu.
Karena manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling mulia dan berharga, maka tidak ada kekuasaan apapun, dan dengan alasan apapun untuk dibenarkan melecehkan/menghina apalagi membunuh ciptaan Tuhan yang namanya manusia itu.

Saya dan saudara adalah bagian dari umat manusia yang menghuni bumi yang sama ini, dan dicintai Tuhan.
Jika saya mengatakan saya mencintai Tuhan, maka alangkah indahnya jika saya juga mengatakan saya mencintai sesama saya, karena saya tidak mungkin dapat mencintai Tuhan yang tidak kelihatan jika sesama manusia saya sebagai sesama ciptaan Tuhan yang kelihatan saja, saya tidak dapat mencintai mereka. Karena itu jika Tuhan begitu menghargai dan mencintai manusia, maka saya tidak mempunyai alasan untuk menghina/melecehkan apalagi sampai membunuh sesama saya.

*) Makalah disampaikan dalam Workshop Kerukunan Umat Beragama Tingkat Propinsi NTB, 26 Juli 2006 di PSBB Man 2 Mataram.

Sebab jika saya menghina sesama saya, itu artinya secara tidak langsung menghina pencipta-Nya yaitu Allah sendiri. Maka jika saya sungguh mencintai Allah, maka seyogianya juga saya harus mencitai sesama saya, karena sesama saya itu adalah para kekasih Allah sendiri.

Kami mencintai anda, kami membutuhkan anda semua. Kita bersaudara dalam siraman kasih Tuhan yang tanpa batas. Dengan keyakinan itu, seyogianya kita akan selalu saling membahagiakan. Karenanya dengan rendah hati, kami mengajak saudara-saudaraku, mari kita sama-sama saling merangkul, bergandengan tangan untuk membangun dan mewariskan suatu dunia yang lebih baik bagi anak-anak kita, bagi generasi penerus kita, yaitu suatu dunia yang penuh dengan kedamaian, kesejukan dan kesejahteraan atau bebas dari kekerasan dan kekejaman. Mari kita menjadi duta-duta perdamaian, duta-duta cinta. Mari....., bila ada perpecahan kita menjadi juru damai, bila ada keputus asaan kita menjadi pemberi harapan, bila ada kesesatan kita menjadi pembimbing, bila ada kebencian dan dendam kita menjadi pembawa cinta dan pengampunan. Kita ingin..., bila tiba saatnya, agar supaya suatu hari kelak, para arwah kita dapat beristirahat dengan damai dan bahagia, menyaksikan anak-anak kita, cucu-cucu kita dapat hidup dengan rukun dan damai antar mereka. Atau kita ingin jangan sampai ada suatu generasi damai yang hilang di muka bumi tanah air tercinta ini. Masakan, atas keinginan segelintir orang provokator saja, kita semua yang cintai damai sebanyak duaratusan juta jiwa ini, mau-mau saja terpengaruh dan dibuat kalang kabut oleh ulah mereka?

FORMAT KERUKUNAN
Diperlukan Silaturahmi berkesinambungan antar tokoh agama, baik secara formal maupun informal.
Diperlukan kegiatan bhakti sosial bersama antar semua penganut agama Islam, Kristen, Hindu, Budha dan Konghucu.
Untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan bersana tersebut di atas, diperlukan permbentukan wadah koordinasi yaitu Forum Komunikasi antar Umat Beragama.

------- Peace ------ 

Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama
Kerukunan Hidup Antar Umat Beragama Relevansi Kan. 748 KHK 1983 Pendahuluan Gereja Katolik sangat menaruh perhatian kepada kerukunan hidup antar umat beragama. Hal itu dapat kita baca dalam dokumen – dokumen Gereja secara khusus dalam Konsili Vatikan II. Dokumen Pernyataan tentang hubungan Gereja dengan Agama – Agama bukan Kristen (Nostrae Aetate) menyatakan pada pendahuluan bahwa: “Semua bangsa merupakan satu masyarakat, mempunyai satu asal, sebab Allah menghendaki segenap umat manusia mendiami seluruh muka bumi. Semua juga mempunyai satu tujuan terakhir yakni Allah, yang yang menyelenggarkan”. Selain dari pada itu dokumen pernyataan tentang kebebasan beragama (Dignitatis Humanae), no. 6: “Pada hakekatnya termasuk tugas setiap kuasa sipil: melindungi dan mengembangkan hak-hak manusia yang tak dapat diganggu-gugat. Maka kuasa sipil wajib melalui hukum-hukum yang adil serta upaya-upaya lainnya yang sesuai, secara berhasil-guna menanggung perlindungan kebebasan beragama semua warga negara dan menciptakan kondisi-kondisi yang menguntungkan dan mengembangkan hidup keagamaan”. Demikian juga dalam KHK 1983, kan. 748, ditegaskan bahwa: “Semua orang wajib mencari kebenaran dalam hal-hal yang menyangkut Allah dan Gereja-Nya, dan berdasarkan hukum Ilahi mereka wajib dan berhak memeluk dan memelihara kebenaran yang mereka kenal”. Selain itu, “Tak seorang pun boleh memaksa orang untuk memeluk iman katolik melawan hati nuraninya”. Bagaimana relevansinya kanon ini dalam membangun kerukunan hidup antar umat beragama? Dalam alam kebebasan itu manusia dapat menentukan imannya berdasarkan hati nuraninya yang bebas dari segala paksaan dan tekanan. Semua usaha manusia dalam mencari Allah yang diimaninya akan terwujud sebuah perdamaian jika diiringi dengan praktek hidup sehari-hari dalam dialog antar umat beragama. Gereja Katolik menawarkan sebuah spiritualitas dialogal yang berlandasan pada persaudaraan dalam peziarahan iman menuju persatuan dengan Allah.
1. Spiritualitas Dialogal Spiritualitas dialogal adalah gerakan manusia dalam membangun kerukunan yang sejati antar umat beragama di dunia. Gereja Katolik mengajak semua umat beragama di dunia untuk membangun kerukunan antar umat beragama melalui spiritualitas dialogal. Apakah Spiritualitas dialogal itu? Spiritualitas dialogal adalah sebuah gerakan religius umat beriman dengan mengosongkan dirinya untuk dipenuhi dengan Roh ilahi dan melihat realitas hidup di sekitarnya untuk berdialog secara integral dan transformatif dengan sesama umat beriman lainnya menuju kedamaian dan kerukunan hidup yang sesungguhnya.
2. Beberapa pokok Spiritualitas dialogal antar iman
2.1. Spiritualitas dialogal, suatu bentuk hidup yang didasarkan kepada Roh Tuhan, suatu ikatan relasi kasih antara manusia dengan Allah. Dasar Spiritualitas dialogal itu didasarkan pada kisah penciptaan sendiri (bdk. Kej. 1: 1-3) dan peristiwa penjelmaan-Inkarnasi dalam diri Yesus Kristus, Sang Sabda yang menjadi daging (Yoh. 1:1-3: 14), dan sebagai anugerah Paskah-Nya mencurahkan Roh-Nya atas para murid-Nya. Itulah landasan biblis bagi spiritualitas dialogal yang bermuara pada bersatunya manusia dari segala bangsa dengan Allah yang disebut dengan “Manunggaling kawula Gusti”.
2.2. Spiritualitas dialogal, membutuhkan suatu penyadaran diri manusia bahwa kita diciptakan oleh Allah dengan Roh-Nya sesuai dengan gambaran dan rupa Allah sendiri dimana akhir perjalanan hidup manusia adalah persatuan Roh manusia dengan Allah itu sendiri (persatuan Atman dengan Paraatman dalam Hindhuisme). Lebih jauh dari pada itu, cinta kasih Allah kepada manusia tercurah melimpah dalam seluruh ciptaan alam semesta di dunia kosmos. Keselarasan satu kosmos itulah yang dalam dunia ketimuran menjadi akar dari seluruh kebersamaan hidup manusia di dunia, yang menurut tradisi Kristiani sebagai kelimpahan cinta ilahi. Kelimpahan cinta ilahi itu memuncak dalam peristiwa Inkarnasi dari Allah yang menjadi manusia, dalam diri Yesus. Dengan pernyataan ini pula, manusia diajak untuk menjaga keselarasan alam semesta (lingkungan) dengan yang ilahi.
2.3. Oleh karena itulah umat beriman sejati menyadari tanggungjawab yang mendesak untuk sekali lagi membangkitkan sikap tanggap sasmita: mendengarkan suara alam beserta misterinya. Umat beriman di manapun diundang untuk bertemu hati dalam keheningan dan cintakasih akan alam semesta, untuk menerima tata tertib karya Allah dan serasinya alam, untuk menandingi daya-daya destruktif yang menghancurkan lingkungan. Harmoni dengan alam semesta menghidupkan harmoni dalam hati dan menjalinkan harmoni antar pribadi sesama manusia.
2.4. Spritualitas dialogal pada intinya adalah spiritualitas yang menciptakan hubungan/ikatan antara manusia dengan manusia dan manusia dengan Allah. Maka spiritualitas dialogal mengungkapkan jawaban manusia terhadap panggilan Allah, terhadap sapaan ilahi dengan perantaraan Sang Sabda. Dalam dialog yang berlandaskan pada penciptaan itulah seluruh umat manusia atas kekuatan Roh Allah bergerak mendekati Allah satu-satunya.
2.5. Spiritualitas dialogal membutuhkan sikap dasar hati yang terbuka. Sikap yang demikian itu memmerlukan model kenosis (pengosongan diri), suatu kesadaran tak berdaya, pemurnian tiada hentinya dari kecenderungan pemusatan diri, egoisme, bertumbuh terbuka dalam dialog dengan umat beriman lainnya. Pada intinya kenosis terwujudkan dalam kematian menuju kebangkitan, mati bagi dirinya sendiri untuk memasuki hidup baru dalam kepenuhan hidup.
2.6. Spiritualitas dialogal bersifat komuniter, berpusatkan pada ekaristi, saat semua umat beriman sadar dan sengaja menghayati “anamnesis”, yakni kenangan akan Yesus Kristus beserta misteri PaskahNya, hidup dalam Gereja dan berkarya melalui Gereja.
2.7. Spiritualitas dialogal bersifat integral transformatif: merubah hidup orang beriman melalui sharing pengalaman hidup religius guna mengentaskan keterpurukan krisis total menuju Indonesia baru. Dalam pergulatan demi transformasi itu meminta semua umat beriman bersikap sabar dan rendah hati. Tiap peserta dialog harus mencoba mengakukan pada dirinya sedapat mungkin intuisi dan pengalaman sesama digunakan untuk mencoba mengungkapkan dan mengkomunikasikan pengalaman religiusnya.
2.8. Berkat bimbingan Roh Tuhan, semua umat beriman diajak berdialog berjalan bersama mencari kebenaran. Setiap peserta dialog antar umat beriman saling berbagai pengalaman religius kehidupan sehari-hari, saling memperkaya dan saling meneguhkan satu sama lain dalam membangun dunia yang rukun, damai dan sejahtera di bumi Indonesia.
3. Buah Spiritualitas dialogal antar umat beriman
3.1. Iman peserta mengalami pengayaan lewat sharing-kesaksian peserta dialog. Dengan itu pula iman peserta diperluas dengan peluang untuk saling mendengarkan, menghalau segala praduga yang sudah mengakar, memperlebar pengertian yang sempit.
3.2. Iman peserta dijernihkan berkat perjumpaan antar umat beriman untuk merevisi asumsi, pandangan yang keliru antar umat beragama. Meninggalkan masa lampau yakni pengalaman yang buruk dalam membangun kerukunan hidup beragama, saling mengampuni dan memulai babak baru yang makin baik menuju kerukunan yang sejati.
3.3. Iman peserta diperdalam dengan saling mengenal dan menghargai berdasarkan landasan kebenaran dan keadilan tanpa terpengaruh oleh sikap dan perilaku kelompok ekstrim.
Spiritualitas dialog yang sejati dan mendalam akan merubah sikap hidup kita antar umat beriman dari dialog antar iman (interreligious dialogue – interfaith dialogue) menuju pertobatan (metanoia). Semua perserta dialog antar umat beriman menjadi tanda pertobatan yang mengantar umat manusia kepada Allah.
Penutup Sebagai penutup dari tulisan ini, perlu kiranya menjabarkan Spiritualitas dialogal secara konkrit dalam situasi pluri-agama dan pluri-kepercayaan/kebatinan. Beberapa pokok pikiran tentang hal itu adalah sebagai berikut:
  1. Kita hendaknya menyadari bahwa umat beragama dan umat kepercayaan/kebatinan lain adalah rekan-rekan seperjalanan dalam ziarah menuju Allah.
  2. Oleh karena itu merupakan kewajiban kita untuk menggalang kerekanan – kekerabatan – persaudaraan (menyama braya) antar umat beragama dan umat kepercayaan/kebatinan yang ada di dalam masyarakat Indonesia, sebagai model bagi hubungan sosial.
  3. Kekerabatan – persaudaraan (menyama braya) itu akan menghasilkan kerukunan sebagai prinsip hubungan sosial.
  4. Menjaga moralitas hidup yang baik, yang ditandai dengan kebenaran, kebaikan, keadilan, kejujuran, dan menjunjung tinggi nilai-nilai insani luhur dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar hidup kemasyarakatan.
  5. Mengusahakan kesejahteraan umum (bonum commune), yang adil makmur dan merata, terutama dalam opsi mengutamakan rakyat miskin dan tersingkir. Itulah Spiritualitas transformatif, merombak hidup umat beriman sendiri semakin menyerupai diri Allah, melahirkan umat manusia yang baru dipenuhi cinta kasih
D. Menurut Pandangan Saya Sendiri

Kerukunan antar umat beragama sangatlah penting dalam menjalani kelangsungan hidup di Indonesia negara saya sendiri. Karena di Indonesia terdapat 5 agama yang sudah diakui negara dan itu berarti menjaga kerukunan antar umat agama yang berbeda sangat - sangat diperlukan untuk mencagah terjadinya kesalah pahaman dan pertengkaran ataupun perselisihan. Kuncinya adalah toleransi, adil, dan rukun. Setiap umat beragama memiliki hak masing - masing namun hak tersebut diupayakan jangan sampai merugikan atau mengganggu agama lain dengan adanya toleransi saya rasa kerukunan bisa diwujudkan. Semoga saja tidak ada lagi yang namanya kaum minoritas dan mayoritas. Kita semua sama di mata Tuhan dan tentunya Tuhan akan sangat berbahagia apabila melihat umatnya rukun satu sama lain di dalam cinta kasih.  

SOURCE :
http://joenanto.multiply.com/journal/item/39
http://norbertang.blogspot.com/2008/03/format-kerukunan-antar-umat-beragama.html
http://semangatdhama.blogspot.com/2012/11/kerukunan-umat-beragama_20.html